APRESIASI NASKAH DRAMA “BUNGA RUMAH MAKAN” KARYA UTUY T. SONTANI


APRESIASI NASKAH DRAMA “BUNGA RUMAH MAKAN”
KARYA UTUY T. SONTANI


Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sastra Kontemporer

Semester 6


Dosen Pembimbing :
M. Bayu Firmansyah, M. Pd



Disusun Oleh :


Aprillia Caesar A.L
Nim. 17188201050

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Pedagogi dan Psikologi
UNIVERSITAS PGRI WIRANEGARA PASURUAN
2019-2020



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala kelimpahan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga penyusunan makalah mata kuliah Sastra Kontemporer  materi  DRAMA/ TEATER INDONESIA KONTEMPORER” ini dapat terselesaikan dengan lancar dan tepat waktu. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas dari dosen pengampu mata kuliah SASTRA KONTEMPORER  Bapak  M. Bayu Firmansyah, M. Pd.
Dalam penulisan ini terdapat beberapa hambatan yang kami alami. Namun kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, kami memperoleh referensi dari beberapa sumber.
Karena keterbatasan kemampuan dalam menyusun makalah, makalah ini masih jauh dari kata sempurna, dengan kerendahan hati, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.





Pasuruan, 5 Mei 2020



                                                                                                                                                      Penulis




DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………….
Daftar Isi……………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN………………………………………….
1.1  Latar Belakang………………………………………………….
1.2  Rumusan Masalah………………………………………………
1.3  Tujuan Penulisan……………………………………………….

BAB II KAJIAN TEORI………………………………………….
2.1 Pengertian Drama……………………………………………….
2.2 Seni Drama Kontemporer……………………………………….
2.3 Unsur Apresiasi Naskah Drama………………………………….

BAB III PEMBAHASAN
3.1 Hasil Analisis Naskah Drama “Bunga Rumah Makan” karya Utuy T. Sontani……
3.2 Hasil Apresiasi Naskah Drama “Bunga Rumah Makan” karya Utuy T. Sontani…..

BAB IV PENUTUP…………………………………………………
4.1 Kesimpulan………………………………………………………
4.2 Saran…………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA





BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Karya sastra pada dasarnya merupakan sebuah kreasi ataupun imitasi. Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif yang pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan kehidupan manusia. Sebuah karya sastra pada umumya berisi tentang permasalahan yang lahir dari kehidupan manusia. Kemunculan sastra dilatarbelakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya.
Salah satu karya sastra  yang sedang popular saat ini yaitu seni teater atau drama. Drama adalah pertunjukan yang mengisahkan hidup manusia yang dipertontonkan didepan orang banyak dan diperankan diatas panggung maupun sarana pertunjukkan lainnya. Dari drama kita bisa mengetahui duplikat kehidupan yang sesungguhnya. Hal ini bisa dipengaruhi dengan adanya tema dan amanat disetiap cerita drama yang ditampilkan. Disamping itu faktor pribadi setiap pengarang juga dapat mempengaruhi proses lahirnya suatu karya. Misalnya saja naskah drama yang berjudul “Bunga Rumah Makan” karya Utuy T. Sontani. Naskah drama garapan Utuy merupakan karya sastra yang mendeskripsikan tema tentang kehidupan dan pengalaman didunia, tema sosial selalu melekat dalam karya naskahnya. Utuy dalam judulnya menjelaskan sisi sosial yang ada dimasyarakat yang tidak bisa dilepaskan. Sisi sosial yang dimaksudkan disini yaitu selalu ada jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Utuy seakan-akan ingin menunjukkan kalau kita hidup di lingkup sosial yang tidak bisa dipisahkan dari membantu satu sama lain. Dengan begitu, kita semestinya harus bersyukur kepada pencipta dan selalu mengingat orang yang tidak seberuntung kita untuk terus menolongnya.

1.2  Rumusan Masalah
      1.      Bagaimana unsur-unsur apresiasi naskah drama pada judul naskah “Bunga Rumah Makan” karya Utuy T. Sontani?
      2.      Bagaimana apresiasi yang dapat dipetik dalam naskah drama “Bunga Rumah Makan” karya Utuy T. Sontani?
1.3  Tujuan Penulisan
     1.      Untuk mendeskripsikan unsur-unsur apresiasi yang terdapat pada naskah drama “Bunga Rumah Makan karya Utuy T. Sontani.
    2.      Untuk mendeskripsikan apresiasi-apresiasi apa saja yang dapat dipetik dalam naskah drama “Bunga Rumah Makan” karya Utuy T. Sontani.


BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Drama
Kata ‘drama’ berasal dari kata Greek (bahasa Yunani) ’draien’, yang diturunkan dari kata ‘draomai’, yang semula berarti berbuat, bertindak, dan beraksi. Selanjutnya kata drama mengandung arti kejadian, risalah, dan karangan. Drama merupakan bagian kecil dari karya sastra, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa drama merupakan gambaran ataupun cerminan dari kehidupan manusia, didalam drama juga terdapat sebuah masalah layaknya kehidupan dalam kenyataan. Menurut Ratna (2009:368), drama merupakan bagian dari prosa, seperti cerpen dan novel. Bakdi Soemanto (2001) dalam bukunya menuliskan bahwa kata drama berasal dari kata Yunani Kuno draomai yang berarti bertindak atau berbuat dan drame yang berasal dari kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah. Kata drama juga dianggap telah ada sejak era Mesir Kuno (4000-1580 SM), sebelum era Yunani Kuno (800-277 SM).
Wiyanto (2002:3) menyatakan bahwa drama dalam masyarakat memiliki dua arti, yaitu drama dalam arti luas dan drama dalam arti sempit. Dalam arti luas, drama adalah semua bentuk tontonan yang mengandung cerita yang dipertunjukkan di depan orang banyak.
Dalam arti sempit, drama adalah kisah hidup manusia dalam masyarakat yang diproyeksikan ke atas panggung, disajikan dalam bentuk dialog, dan gerak berdasarkan naskah. Budianta, dkk (2002:95) berpendapat bahwa drama merupakan sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialog atau cakapan di antara tokoh-tokoh yang ada. Pendapat ini hampir sama dengan pendapat bahwa drama merupakan karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog (Sudjiman, 1990 dalam Siswanto, 2008:163). Hassanudin (1996:7 dalam Dewojati, 2012:8) mengungkapkan bahwa drama adalah karya yang memiliki dua dimensi sastra dan dimensi seni pertunjukan.
            Pengertian drama sebagai suatu genre sastra lebih erfokus sebagai suatu karya yang lebih berorientasi kepada seni pertunjukan dibandingkan sebagai genre sastra. Drama sebagai pertunjukan suatu lakon merupakan tempat pertemuan dari beberapa cabang kesenian yang lain seperti seni sastra, seni peran, seni tari, seni deklamasi, seni suara. Drama adalah suatu bentuk seni yang bercerita lewat percakapan dan action tokoh - tokohnya. Akan tetapi, percakapan atau dialog itu sendiri bisa juga dipandang sebagai pengertian action (Soemanto, 2001:3). Menurut Tarigan (1986), drama adalah seni yang menggarap lakon – lakon mulai sejarah penulisannya hingga pementasannya, selain itu drama juga merupakan hidup yang disajikan dalam gerak. Dalam banyak pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa drama merupakan suatu bentuk karya sastra yang berisi kisah hidup manusia mengenai konflik hidup, sikap, dan juga sifat dalam bentuk dialog yang dituangkan di atas panggung dengan menggunakan percakapan dan gerak oleh pemain dihadapan penonton dan pendengar.
            Sedangkan, ‘teater’ juga berasal dari bahasa Yunani, “Teatron” yang diturunkan dari kata ‘theomaiyang berarti takjub melihat, memandang. Jadi jelas, jika kita berbicara tentang ‘teater’, sebanarnya kita bicarakan soal proses kegiatan dari lahirnya, penggarapan, penyajian, atau pementasan smpai dengan timbulnya tanggapan atau reaksi penonton atau public. Dengan kata lain, teater memiliki arti yang lebih luas, sekaligus menyangkut seluruh kegiatan dan proses penjadian dari proses penciptaan, penggarapan, penyajian atau pementasan, dan penikmatan.

2.2 Seni Teater Kontemporer
Seni teater Kontemporer merupakan seni teater yang mengandung unsur kekinian. Teater ini tumbuh dan berkembang diantara tokoh pegiat teater dan komunitas teater. seni teater ini tidak menyasar pada banyaknya penonton atau pertunjukan yang megah. Pertunjukan ini biasanya dilakukan menyampaikan gagasan si sutradara pada kalangan yang memahami teater. Sehingga pesan-pesan yang disampaikan dapat tersampaikan secara tepat pada audiensnya. Drama kontemporer juga merupakan drama yang penuh dengan pembaharuan, penyajian yang baru, gagasan baru, ide-ide baru bahkan ide-ide baru dari penggabungan konsep barat dan timur. Pada seni drama atau seni teater kontemporer ini banyak dijumpai dalam pertunjukkan teater jalanan, teater persembahan, dan juga teater kemanusiaan.
Dalam seni teater kontemporer, terdapat pula ciri-ciri yang bisa dilihat yaitu jenis teater ini mengandung unsur kekinian yang fungsinya untuk menyampaikan gagasan sutradara pada kalangan yang memahami teater. Sehingga pesan-pesan yang dapat disampaikan mampu tersampaikan secara tepat kepada penontonnya.
1) Ceritanya berasal dari buah pikir dan ide pada pribadi seorang sutradara
2) Menggunakan bahasa nasional atau internasional di dalam setiap dialognya
3) Pertunjukkan diselenggarakan sesuai dengan tema. Dapat dilakukan pada pentas tertutup dan terbuka tanpa atau dengan panggung.
4) Cerita yang disajikan berisi nilai atau pesan sutradara yang hendak disampaikan penonton tertargetnya.
5) Dialognya sebagian dari naskah, sebagian dari improvisasi.

2.3 Unsur Apresiasi Naskah Drama
1. Tema
            Tema merupakan pikiran pokok yang mendasari lakon drama. Tema dalam drama akan dikembangkan melalui alur dramatik dalam plot. Pengembangan tema ini dapat dilihat melalui tokoh-tokoh protagonis dan antagonis sebagai perwatakan yang memungkinkan konflik dan diformulasikan dalam bentuk dialog. Tema yang dikemukakan akan semakin kuat jika pengalaman jiwa pengarang kuat dan mendalam. Pengarang harus benar-benar menghayati konflik batin dalam drama. Jika pengarang kuat mendalami pengalaman jiwannya, akan sulit sekali bagi pembaca dalam menangkap tema yang dimaksudkan. Dengan demikian, pembaca sulit memahami struktur dan alur dramatiknya.
            Tema merupakan “struktur dalam” dari sebuah karya sastra. Tema berhubungan dengan sudut pandang atau point of view. Pengarang memandang dunia ini dari segi duka, bahagia, mengejek, mencemooh, harapan, atau kehidupan lain yang tidak bermakna. Dalam menyelami suatu naskah filsafat dan aliran yang mendasari pemikiran pengarang tidak dapat diabaikan begitu saja. Beberapa aliran yang mendasari pencipataan naskah drama yakni ;
    a.       Aliran Klasik menciptakan naskah bertema duka cerita. Lakonnya bersifat statis dan sering diselingi monolog.
      b.      Aliran Romantik berisi cerita yang fantastis atau tidak nyata. Materi cerita drama yang digunakan seperti bunuh-bunuhan, korban pembunuhan yang hidup kembali, dan tokohnya bersifat sentimentil. Dalam pementasan drama, mimik yang ditampilkan sangat berlebihan.
    c.       Aliran Realisme melukiskan semua kejadian apa adanya, bukan berlebuhan dan bukan berlambang. Aliran ini meniru kehidupan nyata dan tetap memperhatikan keindahan. Ada dua macam aliran realisme yaitu realisme sosial dan realisme psikologis. Realisme sosial berpengaruh terhadap kehidupan psikologis pelaku, sedangkan realisme psikologis menekankan unsur kejiwaan secara apa adanya seperti sedih, gembira , dan kecewa.
     d.      Aliran Ekspresionisme mengutamakan curahan batin secara bebas. Cirinya aliran ini pergantian adegan dilakukan dengan cepat, penggunaan pentas ekstrim, dan disajikan secara filmis.
     e.       Aliran Eksistensialisme aliran yang pahamnya berpusat pada manusia individu. Di aliran ini manusia bertanggungjawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar.

2. Plot
            Plot merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal hingga akhir. Plot mengandung jalinan konflik antara dua tokoh berlawanan. Sifat dua tokoh yang bertentangan sehingga menimbulkan kontra. Misal, kebaikan kontra dengan kejahatan, tokoh sopan kontra dengan tokoh brutal. Konflik tersebut semakin lama semakin meningkat, kemudian mencapai titik klimaks. Setelah konflik tersebut sampai di titik klimaks, lakon akan menuju titik penyelesaian. Plot drama terbagi atas tiga jenis, yaitu ;
      a.       Sirkuler, cerita drama hanya berkisar pada satu peristiwa saja.
      b.      Linear, cerita bergerak secara berurutan dari A-Z.
      c.       Episodik, jalinan cerita itu terpisah kemudian betemu pada akhir cerita.
Dalam penyusunan naskah, pembabakan plot diwujudkan dalam babak dan adegan, perbedaan babak berarti perbedaan setting, baik setting waktu, tempat, maupun ruang. Pergantian adegan satu dengan adegan lain dapat disebabkan masuknya tokoh lain dalam pentas. Pergantian adegan dapat juga disebabkan kelanjutan suatu peristiwa yang tidak memerlukan setting.
Alur menurut Alfred N. Frieman (dalam Herman J. Waluyo:2006) diperinci berdasarkan tiga kategori yaitu ;
      a.       Alur Peruntungan, alur ini terdiri atas alur gerak, alur pedih, alur tragis, alur penghukuman, alur sinis, alur sentimentil, dan alur kekaguman.
      b.      Alur penokohan, alur ini terdiri atas alur kedewasaan, alur perbaikan dan alur pengujian.
      c.       Alur pemikiran, alur ini terdiri atas alur pendidikan, alur pembuka rahasia, alur perasaan sayang, dan alur kekecewaan.
Rangkaian kejadan dalam alur hendaknya dijadikan sebagai jalinan cerita yang sebab akibatnya runtut. Jalin cerita tidka boleh tersendat-sendat, tetapi harus mengalir secara lancar. Hal ini berguna, agar pembaca dan penonton dapat menghayati alur lakon dengan baik.

3. Penokohan dan Perwatakan
            Penokohan berhubungan erat dengan perwatakan. Perwatakan atau karakter adalah keseluruhan ciri-ciri juwa seseorang tokoh dalam lakon drama. Seorang tokoh dapat berwatak sabar, ramah, dan suka menolong. Sebaliknya, seorang tokoh juga dapat berwatak pemarah, sangat keji dan sebagainya. Karakter-karakter semacam ini diciptakan penulis drama untuk diwujudkan oleh pemain yang memerankan tokoh itu. Oleh karenanya, pemain harus bisa menafsirkan, membandingkan, dan menyimpulkan watak tokoh yang akan diperankan, lalu mencoba memerankannya.

4. Dialog
            Jalan cerita lakon drama diwujudkan melalui dialog (dalam gerak) yang dilakukan oleh pemain. Dialog harus mendukung karakter tokoh yang diperankan dan dapat menunjukan plot lakon drama. Dalam menyusun dialog pengarang harus benar-benar memperhatikan pembicaraan tokoh-tokoh dalam kehidupan sehari-hari. Melalui dialog-dialog antar pemain inilah penonton dapat mengikuti cerita drama yang disaksikan. Oleh karena itu, dialog harus benar-benar dijiwai oleh para pemain sehingga sanggup menggambarkan suasana. Dialog juga harus berkembang mengikuti suasana konflik dalam tahap-tahap plot lakon drama.
            Sebuah dialog drama juga harus bersifat estetis. Sebuah drama harus memiliki keindahan bahasa. Aspek ini disebabkan apa yang ditampilkan dipentas haruslah lebih indah dari kenyataan yang benar-benar terjadi dari kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, naskah tersebut tidak hanya mengacu pada keindahan bahasa, tetapi juga semata-mata seperti percakapan biasa.
            Sebuah dialog harus hidup, artinya dialog tersebut dapat mewakili tokoh yang dibawakan. Untuk keperluan ini, penulis naskah drama sangat memerlukan observasi di lapangan. Observasi ini membuat dialog menjadi tepat takarannya, tidak salah, dan tidak berlebihan. Observasi ini membantu penulis draam membuat dialognya lebih realistis. Namun pembacaan naskah drama bermutu tidak boleh dilupakan. Naskah drama bermutu memberikan paduan antara unsur esetetis dan komunikatif dalam naskah drama.

5. Setting
            Setting adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu adegan. Setting sering disebut dengan latar cerita. Setting drama biasanya meliputi tiga dimensi, yaitu tempat, ruang, dan waktu. Unsur panggung juga harus bisa menggambarkan suasana gembira, berkabung, hiruk-pikuk, sepi mencekam dan lain sebagainnya. Dari unsur tersebut bisa diwujudkan dalam penataan panggung dan peralatan yang ada.
Setting tempat tidak dapat berdiri sendiri. Setting tempat berhubungan dengan waktu dan ruang. Misalnya, di Bandung, tahun berapa, diluar rumah atau di dalam rumah. Dari rumusan tersebut kita dapat membayangkan tempat kejadian dengan hidup. Rumusan ini juga berhubungan dengan penyediaan konstum, tata pentas, make up, dan perlengkapan lainnya. Ruang dapat berarti ruang dalam rumah atau luar rumah. Hiasan, warna dan peralatan dalam ruang dapat memberi warna tersendiri dalam drama yang dipentaskan. Jika seorang penulis naskah drama teliti dalam menggambarkan setting ruang, maka akan mempermudah pementasannya. Setting waktu, menunujukkan lakon itu terjadi. Misalnya pagi, siang, sore, atau malam hari. Waktu harus disesuaikan dengan ruang dan tempat. Seperti halnya, setiing waktu disebuah ruang keluarga modern orang kaya raya atau ruang keluarga tradisional orang miskin. Waktu disini, juga harus menyesuaikan zaman terjadinya lakon.

6. Amanat atau Pesan Pengarang
            Amanat adalah pesan moral yang akan disampaikan penulis kepada pembaca naskah atau drama. Pesan tidak disampaikan langsung, tetapi lewat lakon naskah drama yang ditulisnya. Dengan demikian, pembaca dapat menyimpulkan pelajaran moral yang diperoleh dari membaca atau menonton drama itu. Itulah sebabnya drama sering diartikan dengan sandiwara. Drama mengandung ajaran, terutama ajaran moral yang disampaikan secara tidak terang-terangan (rahasia). Dengan inilah, pembaca naskah atau penonton drama tidak hanya dihibur, tetapi juga diajari.
            Amanat bersifat kias, subjektif, dan umum. Maka dari itu setiap pembaca dapat berbeda-beda dalam menafsirkan makna karya itu bagi dirinya, dan semua cenderung dibenarkan. Amanat dalam drama biasanya memberikan manfaat dalam kehidupan. Dengan demikian, karya jelek sekalipun akan memberikan manfaat kepada kita jika kita mau memetik manfaatnya.



BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Hasil Analisis dan Apresiasi Naskah Drama “Bunga Rumah Makan”

Naskah Drama ”Bunga Rumah Makan” Karya Utuy T. Sontani

Para Pelaku:
1. Ani, gadis pelayan rumah makan ”Sambara”.
2. Sudarma, pemilik rumah makan ”Sambara”.
3. Perempuan yang belanja.
4. Karnaen, pemuda anak Sudarma.
5. Pengemis.
Panggung merupakan ruangan rumah makan, dialati oleh tiga stel kursi untuk tamu, lemari tempat minuman, rak kaca tempat kue-kue, meja tulis beserta telepon, radio dan lemari es. Pintu ke dalam ada di belakang dan pintu keluar ada di depan sebelah kiri.

 ADEGAN 2
Karnaen : (berdiri). An! Ani!
Ani : (dari dalam) Ya, Mas!
Karnaen : Sudah selesai berpakaian?
Ani : (tampil) Sudah lama selesai, Mas.
Karnaen : Tapi mengapa diam saja di belakang?
Ani : Saya membantu pekerjaan koki.
Karnaen : Wo, engkau turut masak?
Ani : Tidak Mas, hanya memasak air. Timbangan diam tidak ada kerja, supaya tidak merasa kesal.
Karnaen : Tapi aku pun suka melihat engkau masak, An. Apalagi karena dengan begitu, engkau akan kian jelas kelihatan sebagai wanita yang akan jadi ratu rumah tangga.
Ani : (pergi mengambil lap di atas gantungan) Ah, Mas, bila mendengar perkataan rumah tangga saya suka gemetar. Saya masih suka bekerja seperti sekarang ini. (mengelap radio)
Karnaen : Sampai kapan engkau berpendirian demikian, An?
Ani : (tetap mengelap radio, membelakangi Karnaen) Saya bukan Tuhan, Mas, tak dapat menetapkan waktu. (melihat ke arah Karnaen) Kita setel radionya, ya Mas?
Karnaen : Ah, di pagi hari begini tidak ada yang aneh. (melangkah mendekati Ani) Dan daripada mendengar radio aku lebih suka mendengar engkau menceritakan pendirianmu. Engkau lebih senang jadi pelayan daripada mengurus rumah tangga, An?

Ani : (berdiam perlahan-lahan menjauhi Karnaen) Saya tidak mengatakan bahwa saya lebih senang jadi pelayan daripada mengurus rumah tangga, Mas. Tapi saya belum hendak memikirkan berumah tangga sebab saya masih senang bekerja.

Karnaen : Tapi, An, ketika engkau dulu kubawa ke sini keinginanku bukan hanya melihat engkau jadi pelayan di sini saja. Aku ingin melihat engkau menjadi wanita yang sungguh-sungguh wanita. Dan wanita yang kumaksudkan itu ialah wanita yang cakap mengurus rumah tangga.

Ani : (terkulai menundukkan kepala) Mas, saya tiada mempunyai perkataan untuk menyatakan terima kasih atas kebaikan budi Mas, sudah membawa saya ke sini. Tapi, ketika saya datang di sini dulu, saya tiada ingin lebih dari jadi pelayan, jadi pegawai sebagaimana kesanggupannya orang miskin di dalam mencari sesuap nasi.

Karnaen : (terdiam memalingkan muka) Telepon (berbunyi)
Ani : (memandang ke arah telepon)
Karnaen : Tentu dari Kapten Suherman, untukmu, An.
Ani : (melangkah menuju meja tulis, tapi baru dua langkah berhenti lagi) Barangkali untukmu, Mas.
Karnaen : (memandang Ani, kemudian segera menuju meja tulis, mengangkat telepon) Ya, di sini rumah makan Sambara. Tuan Sudarma belum datang. Saya anaknya. Ya. (telepon diletakkan, terus bermenung lalai)
Ani : (membelakangi Karnaen, mengelap rak)

ADEGAN 3
Perempuan yang belanja. (masuk membawa kantong besar diisi barang belanjaan)

Ani : O, nyonya! Silakan masuk. (menghampiri, lalu meraba-raba kantong) Rupanya baru pulang dari pasar, ya? Oh! Nyonya membeli sandal juga. Berapa harga sandal begitu, Nyonya?
Perempuan : Tiga rupiah. Mahal, Nona. Saya beli karena saya butuh saja. (mengeluarkan sandal dari kantong, memperlihatkan sandal kepada Ani)
Ani : Tapi kuat dan bagus, Nyonya. Berani saya membeli tiga rupiah. (memberikan lagi sandal)

Perempuan : Saya pilih yang begini sebab saya sudah tua. Untuk kaki nona tentu saja mesti lebih bagus dari ini. Dan saya lihat tadi di sana memang ada yang cocok sekali dengan kecantikan nona.

Ani : (setelah terdiam sejenak) Eh, kopi susu atau susu cokelat yang mesti saya sajikan untuk Nyonya?
Perempuan : Saya hendak membeli manisan belimbing. Masih ada?
Ani : O, ada, Nyonya. Berapa puluh?
Perempuan : Dua puluh saja, lebih dari dua puluh, uangnya tidak cukup.
Ani : (pergi ke tempat kue-kue, mengambil, menghitung, dan membungkus manisan belimbing)
Karnaen : (berjalan ke arah pintu keluar)
Ani : Hendak ke mana, Mas?
Karnaen : Ada perlu dulu sebentar. (terus keluar)
Ani : (memberikan bungkusan kepada perempuan) Hanya ini saja, Nyonya?
Perempuan : (memberikan uang) Ya, ini saja. Betul satu rupiah?
Ani : Betul, Nyonya. (menerima uang) Terima kasih.
Perempuan : Terima kasih kembali.
Ani : Mau terus pulang saja, Nyonya?
Perempuan : Betul. Maklum di rumah banyak kerja. (tiba-tiba memandang Ani, terus menghela nafas) Ah, sayang anak saya yang laki-laki sudah meninggal dunia.
Ani : Mengapa nyonya?
Perempuan : Kalau dia masih hidup, . . . ya kalau dia masih hidup, mau saja memungut nona sebagai menantu.
Ani : Ah!
Perempuan : Sudah, ya. Permisi. (berjalan keluar)
Ani : Selamat bekerja di rumah, Nyonya. (mengantar sampai ke pintu)


ADEGAN 4
Ani : (pergi ke belakang sambil bernyanyi-nyanyi)

Pengemis : (masuk perlahan-lahan dengan kaki pincang, melihat ke kiri ke kanan, ke rak tempat kue-kue, kemudian menuju rak itu dengan langkah biasa, tangannya membuka tutup toples hendak mengambil kue)

Ani : (tampil dari belakang) Hei! Engkau mau mencuri ya!
Pengemis : (cepat menarik tangan, menundukkan kepala)
Ani : Hampir tiap engkau datang di sini, engkau kuberi uang. Tak nyana, kalau sekarang engkau berani datang di sini dengan maksud mencuri.
Pengemis : Ampun, Nona, ampun.
Ani : Ya, kalau sudah ketahuan, minta ampun.
Pengemis : Saya tak akan mencuri, kalau saya punya uang.
Ani : Bohong!
Pengemis : Betul, Nona, sejak kemarin saya belum makan.
Ani : Mau bersumpah bahwa engkau tak hendak mencuri lagi?
Pengemis : Demi Allah, saya tak akan mencuri lagi, Nona. Asal . . . .
Ani : Tidak. Aku tidak akan memberi lagi uang padamu.
Pengemis : (sedih) Ah, Nona, kasihanilah saya.
Ani : Tapi, mengapa tadi kau mau mencuri?
Pengemis : Tidak, Nona, saya tidak akan sekali lagi. Kan saya sudah bersumpah. Ya, saya sudah bersumpah.
Ani : (mengambil uang dari laci meja) Awas, kalau sekali lagi kamu mencuri!

ADEGAN 5
Sudarma : (masuk menjinjing tas, melihat kepada pengemis) Mengapa kau ada di sini? Ayo keluar! (kepada Ani) Mengapa dia dibiarkan masuk, An?
Ani : Hendak saya beri uang.
Sudarma : Tak perlu. Pemalas biar mati kelaparan. Toh dia datang hanya mengotorkan tempat saja.
Ani : (melempar uang kepada pengemis) Nih! Lekas pergi.
Pengemis : Terima kasih Nona, moga-moga Nona panjang umur.
Sudarma : Ayo pergi. Jangan kau mendongeng pula. Lekas dan jangan datang lagi di sini!
Pengemis : (pergi keluar dengan kaki pincang)
Sudarma : Lain kali orang begitu usir saja, An. Jangan rumah makan kita dikotorinya (dengan suara lain). Tak ada yang menanyakan aku?
Ani : Ada, tapi entah dari mana. Karnaenlah yang menerima teleponnya tadi.
Sudarma : Anakku sudah biasa lalai. Barusan dia ketemu di jalan, tapi tidak mengatakan apa-apa. (mengangkat telepon) Sembilan delapan tiga.
Ani : (mengelap kursi)
Sudarma : (kepada Ani) Meja ini masih kotor, An.
Ani : (mengelap meja)

Sudarma : (dengan telepon) Tuan kepala ada? Baik-baik; (menunggu) Waaah, kalau sudah banyak uangnya lama tidak kedengaran suaranya, ya? Ini Sudarma, Bung. Ha ha ha, betul! Biasa saja, menghilang sebentar untuk kembali berganti bulu. (tertawa) Tapi Bung, bagaimana dengan benang kanteh yang dijanjikan itu? Ya, ya, benang kanteh. Ah, ya! Bagus, bagus. Lebih cepat, lebih nikmat.Ya, ya, sebentar ini juga saya datang. Baik, baik. (telepon diletakkan, kepada Ani) Aku hendak pergi ke kantor pertemuan. Kalau ada yang menanyakan, baik perantaraan telepon atau datang, tanyakan keperluannya lalu kau catat, ya An? (melangkah)

Ani : Ya.

Sudarma : Eh, jika nanti Usman datang di sini, suruh dia menyusul aku ke kantor pertemuan. Dan engkau jangan bepergian.

Ani : Baik. Sudarma : (pergi keluar)  . . . .


A. Hasil Analisis Naskah Drama “Bunga Rumah Makan”

1. Tokoh dan Penokohan
Dalam penggalan drama karya Utuy Tatang Sontani tersebut ditemukan lima nama tokoh, yaitu Ani, Karnaen, Perempuan, Pengemis, dan Sudarma. Dari dialog yang diucapkan kelima tokohnya dapat diamati watak setiap tokoh.

Tokoh Ani dalam penggalan drama tersebut mempunyai watak rajin, berpendirian kuat, dan tidak tega terhadap orang lain.
Watak tokoh Ani dibuktikan dengan dialog berikut.

Ani : Saya membantu pekerjaan koki.
Ani : Saya tidak mengatakan bahwa saya lebih senang jadi pelayan daripada mengurus rumah tangga, Mas. Tapi saya belum hendak memikirkan berumah tangga sebab saya masih senang bekerja.
Ani : (mengambil uang dari laci meja) Awas, kalau sekali lagi kamu mencuri!

Dalam penggalan naskah drama tersebut, tokoh Karnaen memiliki watak perhatian.
Watak tersebut dibuktikan dengan dialog berikut.

Karnaen : Ah, di pagi hari begini tidak ada yang aneh. (melangkah mendekati Ani) Dan daripada mendengar radio aku lebih suka mendengar engkau menceritakan pendirianmu. Engkau lebih senang jadi pelayan daripada mengurus rumah tangga, An?

Tokoh perempuan dalam penggalan naskah drama ini memiliki watak realistis. Watak tersebut dibuktikan dengan dialog berikut.

Perempuan : Saya pilih yang begini sebab saya sudah tua. Untuk kaki nona tentu saja mesti lebih bagus dari ini. Dan saya lihat tadi di sana memang ada yang cocok sekali dengan kecantikan nona.

Pengemis dalam penggalan naskah drama tersebut mempunyai watak pembohong. Watak tersebut dapat dibuktikan dari dialog berikut ini.

Pengemis : Saya tak akan mencuri, kalau saya punya uang.

Tokoh Sudarma dalam penggalan naskah drama tersebut memiliki watak tega. Watak tersebut dapat dibuktikan dengan dialog berikut.

Sudarma : Tak perlu. Pemalas biar mati kelaparan. Toh dia datang hanya mengotorkan tempat saja.

Sudarma : Lain kali orang begitu usir saja, An. Jangan rumah makan kita dikotorinya. (dengan suara lain) Tak ada yang menanyakan daku.

2. Alur Cerita/Plot   
Konflik dalam penggalan naskah drama tersebut terjadi ketika peristiwa pengemis masuk. Pengemis ketahuan hendak mengambil sesuatu dari dalam lemari makanan. Ani, pengemis, dan Sudarma membangun percakapan tersebut. Intinya, konflik mereda ketika Ani memberikan uang kepada pengemis, bahkan mengusir pengemis itu.
Arah konflik yang terjadi, yaitu saat tokoh Pengemis datang di tempat Ani. Ada adu perkataan antara Ani dengan Pengemis. Ani menyalahkan sikap pengemis yang berani mencuri. Namun, Ani pun masih mempunyai sisi kemanusiaan. Konflik yang betul-betul tidak ada toleransi adalah saat Sudarma datang dan menghardik Pengemis. Dalam situasi ini, posisi Pengemis kalah dibandingkan dengan Sudarma. Kita dapat membayangkan peristiwa yang terjadi jika sang Pengemis melakukan perlawanan dengan memberi alasan. Jika peristiwa itu terjadi, akan timbul pertentangan antara Sudarma dan Pengemis. Inilah yang membedakan watak satu tokoh terhadap toleransi masalah dengan tokoh lainnya.

3. Latar Cerita
Latar dalam penggalan naskah drama tersebut dijelaskan sejak awal cerita, seperti berikut.
Panggung merupakan ruangan rumah makan, tiga stel kursi untuk tamu, lemari tempat minuman, rak kaca tempat kue-kue, meja tulis beserta telepon, radio, dan lemari es.
Latar tersebut menunjukkan status sosial keluarga Sudarma. Melihat data yang ada di dalam teks, keluarga Sudarma termasuk keluarga mapan secara ekonomi.

4. Tema
Tema paling menonjol di dalam teks drama tersebut adalah kisah tentang perbedaan status sosial manusia yang dibedakan atas sebutan kaya dan miskin. Pesan dalam teks drama bahwa ada jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Pesan tersebut terlihat dari ucapan Sudarma, ”Tak perlu. Pemalas biar mati kelaparan!”
Kaitan isi drama tersebut dengan kehidupan sehari-hari memang ada dan nyata. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan perbedaan antara orang kaya dan orang miskin. Orang kaya bergerak leluasa dan sangat sibuk, sedangkan orang miskin selalu saja tertindas dan dicurigai, bahkan dihina.

5. Amanat
Adapun amanat/pesan yang hendak disampaikan dalam Drama ”Bunga Rumah Makan” adalah bahwa setiap manusia di dunia ini mencari penghidupan dengan jalannya sendiri. Masalah baik atau tidak baiknya sikap yang disampaikan bergantung pada watak atau tabiat orang tersebut. Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan keseharian kita. Dalam kehidupan setiap manusia berbeda watak dan cara memandang orang lain.
Sebaiknya di antara manusia tidak boleh ada jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Manusia hendaklah memberikan perhatian kepada orang tidak mampu karena sebagian harta kita adalah hak bagi orang lain. Sementara itu, si miskin tidak hanya menadahkan tangannya, tetapi tetap berusaha dan bekerja demi kelangsungan hidupnya.

B. Hasil Apresiasi Naskah Drama ”Bunga Rumah Makan” 

       a)      Drama ”Bunga Rumah Makan” menceritakan masalah perbedaan status sosial.
Perbedaan status sosial antara si kaya dan si miskin sangat terlihat dalam penggalan drama ”Bunga Rumah Makan”. Dalam drama tersebut dikisahkan Sudarma merupakan orang dari keluarga mapan secara ekonomi. Sebagai orang mapan dalam ekonomi, Sudarma bersikap dan bertindak leluasa. Tindakan tersebut seperti yang dilakukan Sudarma kepada Pengemis. Sementara itu, tokoh Pengemis merupakan perwakilan dari si miskin. Pengemis mendapat hinaan bahkan cemoohan dari Sudarma yang kaya. Dengan demikian, sangatlah jelas bahwa status sosial memang dapat membedakan sikap dan harga diri seseorang. Orang kaya bisa melakukan apa pun, sedangkan orang miskin selalu ditindas.

       b)      Drama ”Bunga Rumah Makan” merupakan potret kehidupan nyata.
Dalam kehidupan nyata tidak sedikit jurang memisahkan antara kaya dan miskin. Pengarang mencoba menciptakan karya sastra tersebut dengan menyadur kehidupan nyata yang dituangkan dalam suatu karya sastra berbentuk drama. Pengemis yang ada saat ini jumlahnya mungkin lebih banyak daripada dahulu. Pengemis dianggap sebagai manusia yang tidak mau berusaha dalam mencari nafkah. Mereka hanya menadahkan tangan mengharap belas kasihan orang lain. Sementara si kaya, mereka leluasa melakukan apa pun. Tidak sedikit pula orang kaya yang memedulikan pengemis yang meminta uluran tangan.

       c)      Drama ”Bunga Rumah Makan” mengandung kritikan.
Pengarang menggambarkan kritiknya mulai dari ketidakpedulian orang kaya terhadap para pengemis. Orang miskin sudah terbiasa dengan baik ditindas maupun dicurigai. Tokoh Pengemis, misalnya, ia digambarkan sebagai potret pengemis yang tidak mempunyai apa-apa. Dia dicurigai mengambil sesuatu yang bukan miliknya. Inilah salah satu kritik realistis dari diri pengarang kepada para orang kaya di negara ini. Kritik ini tentunya akan menimbulkan reaksi negatif dari para orang miskin. Reaksi tersebut dijelaskan oleh pengarang bahwa orang kaya dengan seenaknya mencurigai orang miskin meskipun itu semua belum tentu kebenarannya. Pengarang menjelaskan bahwa yang berada dalam benak seorang pengemis hanyalah bisa mengotori tempatnya dengan meminta-minta. Secara implisit seorang berpikir bahwa uang telah membuat orang menjadi gelap mata dan sombong.

       d)      Drama ”Bunga Rumah Makan” menceritakan usaha mencari penghidupan.
Seperti yang diceritakan dalam isi drama tersebut bahwa tokoh Ani mencari kehidupannya dengan menjadi seorang pelayan rumah makan milik keluarga Sudarma. Tokoh Pengemis mencari kehidupannya dengan menjadi seorang yang meminta-minta belas kasihan orang lain. Sementara itu, Sudarma orang kaya mencari kehidupannya dengan memiliki rumah makan. Di sini pengarang menggambarkan bahwa dalam mencari sebuah kehidupan, seseorang memiliki kebebasan dalam memilihnya. Manusia dapat memilih jalan kehidupannya. Dalam drama tersebut seseorang yang menjadi orang kaya hendaknya tidak sombong dan semena-mena terhadap orang lain, terlebih orang miskin. Orang kaya juga harus sadar untuk menyisihkan sebagian hartanya untuk orang miskin karena sebagian harta yang dimiliki merupakan harta orang lain. Sebagai orang miskin atau digambarkan pengarang sebagai tokoh Pengemis, janganlah hanya menadahkan bantuan dari orang lain. Pengemis sebaiknya berusaha mencari penghidupan lebih baik.


BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
            Naskah drama “Bunga Rumah Makan” karya Utuy T. Somani memberikan unsur-unsur yang selalu memperlihatkan karyanya kepada sisi dunia yang sesungguhnya. “Bunga Rumah Makan” mengisahka tentang perbedaan status sosial yang terjadi diantara manusia. Keadaan seperti ini yang sering membuat kesenjangan sosial terjadi di lingkungan masyarakat kelas bawah. Sering terdapat embel-embel si kaya dan si miskin. Dari naskah drama ini nampak beberapa apresiasi yang bisa dipetik yaitu tentang masalah perbedaan status soisal, ceritanya merupakan potret kehidupan nyata, mengandung kritikan (dimana orang miskin selalu tertindas akan kehadiran si kaya), dan menceritakan tentang usaha mencari penghidupan.


4.2 SARAN
       1.      Naskah drama “Bunga Rumah Makan” dapat digunakan referensi bagi peneliti lain untuk melanjutkan penelitian yang lebih dikembangan, khusunya nilai-nilai kehidupan.
        2.      Bagi para penulis hendaknya selalu memasukkan nilai nilai kehidupan dan hikmah yang bisa diambil dari setiap kejadian. Agar nantinya karyanya tidak hanya berguna sebagai hiburan saja tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai media edukasi.
        3. Bagi pembaca, naskah drama ini sangat cocok disarankan karena banyak menceritakan kehidupan sosial dan banyak memberikan nilai-nilai yang ada pada kehidupan.






DAFTAR PUSTAKA

Sumber: Naskah Terbitan Perpustakaan Perguruan Kementerian PP dan K, Jakarta, 1954
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soemanto, Bakdi. 2001. Jagat Teater. Yogyakarta: Media Pressindo.
Wiyanto, Asul. 2002. Terampil Bermain Drama. Jakarta: Grasindo.
Budianta, Melani, dkk. 2002. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk       Perguruan Tinggi). Magelang: Indonesia Tera.
Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo.
Dewojati, Cahyaningrum. 2012. Drama, Sejarah, Teori, dan Penerapannya. Yogyakarta:           Javakarsa Media.
Waluyo, Herman J. 2006. Drama: Naskah, Pementasan, dan Pengerjaannya. Surakarta: UNS Press.









Komentar

Postingan populer dari blog ini

DRAMA INDONESIA KONTEMPORER

STRUKTUR PERCAKAPAN DAN STRUKTUR REFERENSI